Rabu, 31 Oktober 2007

Mimpi 97

Kemarin, secara gak sengaja gue nemu buku harian gue tahun 97. lucu juga nginget2 jaman dulu, ternyata dari 10 tahun yang lalu banyak yang berubah juga dari gue. Dulu spirit pertemanan gue tinggi, tahun tersebut ternyata gue juga cukup religius, dan cukup merhatiin keadaan sosial saat itu.
Tapi yang bikin gue tergugah, ketika baca tulisan gue tentang seorang bocah yang namanya "Ano". Bocah ini waktu itu gue yang nyunat (gimana si ano sekarang ya?). "Ano" bandel banget, sampai2 senior2 gue yang ikutan ada di meja operasi bete abis, tapi di situ gue tulis, gue sama sekali gak bete, malah memaklumi.
Ano datang ke sunatan masal ditemani oleh "Abang" (abang2an mungkin), ibunya dah meninggal, dan ayahnya gak pernah pulang. Waktu itu gue masih muda banget kali ya, dan belom tau kalo di dunia ini banyaaaak banget anak2 seperti itu.
Yang menarik di buku harian itu gue menulis, "Someday I will make the world a better place to live for these children"....
Ini mungkin mimpi gue yang lain...

Senin, 29 Oktober 2007

MIMPI 1

Barusan aja gue men-share mimpi gue ke seorang teman...dia bilang mimpi gue susah dan modalnya gede...hehehe...kalo gak susah bukan mimpi kali ye...
Dari dulu (tapi baru-baru ini gue terinspirasi lagi oleh sakitnya abang gue dan anaknya mpok, temen gue yang pramuka banget/jujur dan gemar membantu) gue pengeeeen banget punya klinik yang FEMALE AND CHILDREN - FRIENDLY...kliniknya ini tampilannya gak kayak klinik-yang catnya warna putih dan membosankan, dokternya pake baju dokter- nanti klinik gue ini tampilannya harus menyenangkan, ruang tunggu bersofa-sofa dan ada children play-groundnya dikit. Semua staff harus friendly and fun, seragamnya juga mungkin bisa kayak seragam petugas Ancol (hehehe...).
SEMUA PASIEN YANG DATANG, AKAN DIHARGAI SEBAGAI MANUSIA bukan sebagai objek pesakitan, APALAGI MESIN UANG (dokter sering gak peduli sama nama pasien, dan sering gak mengenalkan diri...), mereka akan diberi penjelasan mengenai penyakitnya, dan mengenai obat yang diberikan (dokter sering bete kalo pasien banyak nanya soal penyakit dan obat yang dikasih), dan akan mendapatkan follow-up yang baik (nomer hp pasien akan ditanyakan, sehari setelahnya akan difollow-up). Dokter dan pasien bisa berdiskusi, boleh minta second opinion (dokter sering ngerasa terancam integritasnya klo pasien minta second opinion dari dokter lain).
Ruang dokternya juga akan nyaman, bukan kursi-meja-kursi, tapi sofa-sofa saling menyamping (kayak di klinik gue dulu), dan full-musik juga...
Sekarang tinggal cari cara untuk membuatnya menjadi nyata....

IMS Indonesia



Lo tau gak, kalo angka IMS di Indonesia itu yang paling tinggi sedunia???
Lo tau gak kalo meskipun paling tinggi di dunia, Indonesia gak punya minat untuk menurunkannya??? Ironis ya...
Seminggu terakhir ini, cukup membuat gue makin khawatir dengan program IMS di Indonesia. Minggu lalu meeting banyolan soal resistensi obat, diikuti dengan meeting ketok palu soal strategi IMS. Begitu frustrasinya sampe gue berkeluh kesah berkali-kali ke Bagus temen gue yang cukup aktivis di Jawa Barat, dan gue sampe gak enak sendiri karena kok gue bisanya ngeluh aja, sementara yang gue kerjain juga gak banyak.
Gue cukup nyadar kalo di Negara yang gue tinggali ini korupsinya gila2an. Tapi baru-baru ini gue bener2 mengalaminya. Gue gak bilang kalo gue orang paling bersih, tapi menurut gue korupsi di sini PARAH, sudah demikian masuk di dalam system, sehingga kalo elo di dalamnya elo gak akan bisa kalo gak ngelakuinnya.
Kemaren dan tadi pagi sambil mikir2, dan merasakan kalau yang namanya PROGRAM IMS di Indonesia itu gak ada dan mungkin gak pernah ada, dan gue juga udah cukup akan berbesar hati kalau nanti FHI akan menghentikan program IMSnya. Komitmen stakeholder minim sekali (sebagian ada sebagian gak ada), si-empunya program pun sepertinya gak peduli, Kondom tidak pernah di-imani bisa membantu Negara ini di dalam menekan laju IMS/HIV-AIDS, karena memang kondom gak pernah dijadikan suatu program dan pilihan wajib bagi yang berisiko.
Buat gue yang penting (terkait dengan klinik IMS) sekarang adalah, pekerja seks yang memang sudah merasa bahwa pergi ke klinik IMS adalah bagian dari hidup mereka, tidak akan kehilangan layanan tersebut, meskipun mungkin tahun depan mereka harus bayar untuk bisa berobat (karena FHI sudah tidak mendanai), gak pa pa yang penting akses ada. Hal lain lagi yang bisa ditingkatkan adalah: karena design kita selama ini adalah klinik IMS sebagai pintu masuk pasien di dalam mengakses layanan lanjutan, justru inilah yang mungkin bisa ditingkatkan, karena IMS gak bisa dikendalikan setidaknya yang sudah punya IMS bahkan HIV-AIDS bisa benar-benar ditindaklanjuti dengan baik…
Mungkin memang bener kita nih sepertinya hidup hanya untuk “survive”, atau hidup untuk diri kita sendiri….

Senin, 22 Oktober 2007

Menulis lagi....

Mau mencoba untuk mulai menulis lagi (hal kecil yang dulu gue suka lakuin)...
Masih terinspirasi dari satu training yang "beda" dan menyentuh hati, training yang mengingatkan gue akan little good things yang dulu gue lakuin, tapi jadi gak gue lakuin belakangan ini karena hal klasik...